Bagaimana Nasib Indonesia Ketika Pandemi Tidak Segera Berakhir
Hampir setahun setelah Covid-19 pertama kali mewabah di Indonesia, tapi belum juga terlihat tanda-tanda akan mereda. Beberapa kali para ahli dan praktisi memprediksi kapan puncak dan masa berakhirnya bencana wabah penyakit ini, namun semuanya tidak terbukti. Hingga hari ini, jumlah kasus infeksi Covid-19 masih saja tinggi, bahkan ditemukan varian Covid-19 baru.
Vaksin Covid-19 sudah ditemukan, namun penemuan varian baru Covid-19 dari Inggris yang mudah menyebar dan lebih tak terkendali, harapan untuk terbebas dari pandemi ini sepertinya semakin kecil. Upaya menekan laju penyebaran Covid-19 telah membelenggu kodrat manusia sebagai makhluk sosial, mereka dipaksa hanya berdiam di rumah selama berbulan-bulan.
Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak kepada semua lini roda kehidupan. Industri pariwisata merugi, ekonomi global pun turut menurun, hasilnya angka kemiskinan semakin meningkat sejak Covid-19 di dunia mewabah. Indonesia sendiri mengalami resesi setelah di kuartal III 2020 pertumbuhan ekonominya kembali minus. Jika pandemi tidak segera berakhir, bagaimana nasib dunia terlebih Indonesia?
PDB Negara Turun Ribuan Triliun
Total lebih dari 20 kabupaten dan kota di Indonesia memberlakukan PSBB, sejumlah aktivitas perekonomian di wilayah tersebut pun ikut terganggu. Banyak perusahaan yang terpaksa tutup dan pekerja di bisnis non-esensial diwajibkan bekerja dari rumah. Menurut lembaga Institue for Development od Economics and Finance (INDEF), pandemi dapat berpotensi menggerus produksi domestik bruto (PDB) Indonesia hingga ribuan triliun.
Dilansir dari alinea.id, menurut analisis INDEF setidaknya ada tiga skenario yang akan menyebabkan PDB tergerus hingga 50%, 60%, dan 70%. Pertama, akan terjadi kerugian Rp 693 triliun per bulan akibat pandemi. Kedua, jika pandemi ini bertahan lebih dari tiga bulan maka PDB yang hilang Rp 2.078 triliun. Ketiga, jika terjadi enam bulan maka kerugian Rp 4.157 triliun.
Pandemi Covid-19 telah mewabah luas di Indonesia hampir satu tahun lamanya. Tentu saja kerugian akan semakin besar. Tak hanya Indonesia, hampir semua negara di dunia mengalami permasalahan yang sama. Terutama negara-negara yang hanya mengandalkan satu sektor untuk bertahan, misalnya Timor Leste yang bergantung pada minyak bumi.
Kriminalitas Jalanan Meningkat Draktis
Angka kemiskinan pun dipastikan akan mengalami peningkatan. Himpitan ekonomi dapat menyebabkan seseorang nekat berbuat tindak kriminal. Maret lalu, angka kejahatan yang digarap oleh Polri ada 19.128. Dan pada April hanya tercatat 15.322 kasus kejahatan saja. Artinya terdapat penurunan sebesar 19,9% dibandingkan bulan Maret.
Meskipun secara umum angkanya turun, namun jumlah angka kriminalitas jalanan cederung meningkat. Rata-rata kenaikan adalah kasus penjarahan minimarket, perampokan, penjambretan, dan pencurian kendaraan. Selain himpitan ekonomi, kriminalitas ini juga dipicu oleh adanya kesempatan sebagai akibat dari kondisi jalanan yang sepi karena pemberlakuan PSBB.
Komentar
Posting Komentar